Satu minggu saya lewati dengan perasaan penuh bahagia, syukur, semangat karena adanya kegiatan Live In. Saya memang sudah menunggu lama sekali untuk kegiatan ini. Mulai dari tanggal 17 Oktober, saat baru saja kami semua tiba di Desa Padureso, Dusun Piyudan, saya bertemu warga desa yang sangat ramah dan tulus dalam menyambut siswa-siswi SMA Ananda Bekasi. Sejujurnya, saya agak berdebar, takut, nervous, dan gemetaran. Saya takut orang tua asuh saya tidak sesuai ekspektasi saya, atau seperti yang guru dan kakak kelas saya ceritakan. Saat pemanggilan nama siswa-siswi beserta nama orang tua asuh, saya mulai penasaran, “yang mana ya Pak Jumali?” pikir saya. Saat sudah bertemu, saya dan teman saya, Bridgita dan Hellen segera menjabat tangan Pak Jumali sembari mengucapkan “Sugeng Dalu, Pak.”, jangan lupa dibalut oleh senyuman juga. Oh iya, sugeng dalu artinya selamat malam, karena kami semua sampai disana sudah jam 9 lewat kurang lebih. Setelah itu kami segera mengambil koper dan tas kami, lalu mengikuti Pak Jumali ke rumahnya, dekat dengan lapangan kami berkumpul rupanya. Saat Pak Jumali mempersilahkan masuk kerumahnya untuk pertama kali, kami masih malu-malu, merasa canggung. Tetapi kami langsung saja menyapa anggota keluarganya, yaitu Ibu Murtini, Kak Erna anaknya, dan Vassa cucu Pak Jumali dan Ibu Murtini. Setelah bersalaman, mereka semua mempersilahkan kami duduk. Jujur saat itu saya benar-benar takut sekali tidak bisa memulai topik obrolan, takut akan merasa canggung terus kedepannya juga, tapi tiba-tiba, Ibu memulai percakapan. Ibu mengajak kami berkenalan, awalnya mereka memperkenalkan diri satu-persatu dulu, baru kami bertiga. Setelah berkenalan, Ibu langsung berdiri sambil bilang, “Ibu bikinin teh dulu ya nduk, dimakan aja cemilannya.”. Saya dan yang lain cuma mengangguk dan bilang bahwa Ibu tidak usah repot-repot mempersiapkan teh. Habis itu, kami diizinkan masuk ke kamar untuk merapikan barang-barang kami serta mandi bergantian. Nah setelah mandi, kami disuruh makan sama Ibu, menunya ada sayur sawi, gudeg, tempe orek, dan indomie goreng. Jujur gudegnya lembut, manis. Memang sih sudah dapat bocoran, Ibu jago masak. Setelah makan, saya dan yang lain ngobrol-ngobrol saja, pendekatan. Baru deh setelah itu, kami tidur.

Paginya, tanggal 18 Oktober, saya ternyata bangun pagi sekali, jam 5 sudah bangun. Mandi juga paling pertama. Airnya dingin, dingin sekali, apalagi pagi-pagi juga hawanya masih dingin, berkabut. Sebenarnya kita semua bangun pagi karena mau ikut Bapak, Ibu, dan Kak Erna ke sawah. Kalau Vassa, pergi sekolah dan dia juga ada tes bahasa Jawa dan tes matematika di hari itu. Nah, karena saya sudah mandi pertama, saya membantu Ibu mengupas bawang, sama Bridgita juga, karena sedang menunggu Hellen selesai mandi. Ibu suruhnya kupas bawang dan iris-iris saja. Singkat cerita, kami bertiga bantu Ibu masak kangkung pagi itu. Dan sebelum ke sawah, kami makan dulu biar kuat kata Ibu, baru deh pergi ke sawah. Saat di sawah, pemandangan gunungnya cantik, cantik sekali. Nah, kami hari itu menanam cabe, seru sekali, sempat kena gigit semut juga, tapi tidak apa-apa. Kami selesai menanam kurang lebih jam 10. Habis itu kami langsung kembali ke rumah. Di rumah, saya istirahat sebentar sebelum mencuci pakaian. Istirahatnya tidak terlalu lama, dan kemudian kami mencuci dan menjemur pakaian bersama. Setelah itu, kami makan bersama. Selebihnya kami tidak ada kegiatan lagi di luar, tapi kami bertiga izin keluar untuk jalan-jalan. Malamnya, kami yang beragama Buddha, ada puja bakti di Vihara, Vihara Ananda namanya. Puja bakti seperti biasa, bersama warga desa juga, nah setelah puja bakti.